Kerajaan Tanpa Singgasana
Eps: Mencari Kaca
Seorang filosof yang selalu mendeklarasikan karyanya pada anjing
peliharaan. Menuliskan renungan-renyngannya pada tisu, dan membakarnya.
Setting tempat: Padang pasir pantai
Scene 1: Awal Kisah
Api unggun.
Setting: Menuju senja – di sebuah gubuk reot tanpa
pintu, dengan pemandangan pantai dan anjing yang tertidur lelap di sampingnya.
Dimulai hari ini
Lebih bijak jika aku adalah suara malam
Ya, aku bersekutu dengan setan
Katamu, kuhunus kau dengan tala
Aku sebal, sebal sambal
Sebal diulek dihati
Melamunkanmu...
Ditunjukkan kalender berwana abu-abu, dengan tinta merah yang melingkari
tanggal 26: Teganya
Scene 2: Bermain bola dengan anjing
Setting: Pagi hari – tepi pantai
Adegan bebas.
Terlihat beberapa orang sedang mencari ikan.
Ada seorang nelayan yang menghampiri S, seperti sedang mengobrol dengannya.
Selang waktu nelayan pergi.
S kembali bermain bola dengan anjingnya.
Scene 3: Mengobrol dengan anjingnya
Setting: Menjelang tengah hari – tepi
pantai
Ayo fufu, bawa bolanya kesini. Pintar..... fufu pintar. ( sambil
mengelus-elus anjingnya.
Hei fufu.
Dunia adalah makhluk ciptaan tuhan yang dikutuk karena keangkuhannya.
Rahasianya tersemai di seluruh alam semesta. Jika kita bertemu pelangi, akan
kubuktikan padamu bahwa airlah yang
membiaskan warna-warni cahaya itu.
Perhatikan bentuk bola ini. Kita harus menyusun siasat untuk menggali
rahasia dibulatkannya bentuk dunia, dari
sudut pandang yang melingkar juga tentunya. Karena itulah cara satu-satunya untuk mengetahui
dimana pelangi berujung. J
Scene 4: Bersiap pulang
(bersemangat)
Fufu ayo, kita akan mencari tahu perbedaan kepala dan ekornya. ( sambil
berlari) :D
Scene 5: 26
Setting: Depan gubuk (terlihat helm bertuliskan angka 22 yang di gantungkan di
spion motor s)- hening
Gadis: Susah payah ku menabung hanya untuk mencarimu, kuberi makan kau
waktu. Minumlah. ( menyodorkan minuman)
S mengambil minumannya, kemudian duduk
di kursi teras depan rumahnya sambil meminum air pemberian gadis.
Gadis: Sisakanlah walau setetes, karena itu adalah air mataku.
S: Terdiam, memandang tajam ke arah gadi.
Tetap tenang. Apa yang sebenarnya kamu mau?
(Gadis menunjukkan cermin yang terbungkus)
Gadis: Ini adalah satu-satunya benda kenangan kita, kurasa kau yang lebih
berhak menyimpannya.
S: (sambil berdiri) Pulanglah, hidup di
penjara akan terasa lebih baik daripada tinggal di hatimu. Sambil mengusap
kening gadis. Terima kasih, setidaknya kini aku sudah bisa melihat diriku
sendiri.
Gadis: (menggelengkan kepala) Beritahu aku jika kau sudah
benar-benar memahami sifat cermin itu.
S: J Kelak jika kau mengambil jalanku, berlabuhlah
sesekali untuk mengistirahatkan perahumu.
Gadis: L Ternyata benar, lautan itu tidak
benar-benar bertepi.
S: Tapi ingatlah. Tepian adalah tempat yang tak pernah lelah menunjukkan
kebaikannya, pada perompak sekalipun.
Sahdu~Berpelukan......
Scene 6: Bersiap pergi ke pasar.
Setting: Pagi hari – gubuk
Fufu, tunggulah disini. Aku akan pergi ke pasar sebentar, melihat-lihat apakah
ada sesuatu yang bisa kubeli untukmu.
Sabar ya. Anjing pintar.
Memasukkan cermin pada tas dan pergi.
S pergi.
Scene 7: Mata-mata lepas
Setting: Keramaian pasar hewan
Berjalan mengelilingi pasar. Banyak hewan yang mengarahkan pandangan matanya
pada s, seakan sedang berbicara dengan bahasa yang tidak dimengerti manusia.
S sedang melihat-lihat makanan anjing. Memilih beberapa kalung anjing yang
dikira cocok untuk fufu.
Melihat bandrol harga dan pergi.
Scene 8: Perjalanan menuju pasar tradisional
Setting: Natural
Terlihat angka 26 pada lampu lalu lintas, menghitung mundur sampai
angka 22. S mengarahkan pandangannya pada beberapa waria yang sedang mangkal.
Kemudian kembali melihat angka lampu lalu lintas. ( 11-10) Menyalakan motor dan
kembali melihat angkanya (6-bersiap). Meneruskan perjalanan.
Scene 9: Merenung
Setting: Seberang jalan - Depan pasar
Memarkir motor sambil melamun.
Tukang parkir: Mas. MAS!! Maaf, ini karcisnya.
S: Oh iya. Membayar karcis dan meletakkan helmya pada spion. S bercermin menata
rambutnya. Terlihat seorang gadis sedang berjalan keluar pasar bersama seorang waria dari sisi lain spion
motor. S membalikkan badan untuk lebih jelas mengawasinya. S tersenyum.
Scene 10: Tabiat manusia
Setting: Depan pintu masuk pasar
Terlihat ribuan mata mengawasi s yang sedang berjalan.
S berhenti di sebuah lapak untuk membeli jeroan ayam.
Dialog:
Pedagang: Mongo mas, yang itu 2000 rupiah.
Terdengar samar suara yang sedang menggunjing, tepat di belakang s.
S mengambil sesuatu di dalam tasnya.
Scene 11: Dialog makhluk pasar.
Setting: Lapak ikan
Ratmi: Hei bu, lihat. Apa dia anak laki-laki yang banyak dibicarakan warga desa kita.
B. eko: Hus, jangan asal tuduh kamu. Gak baik membicarakan orang, bisa runyam
urusannya kalau sampai dia dengar.
(Terlihat dari cermin s yang sedikit keluar dari tasnya)
Ratmi: Tapi kok mirip ya bu. Dia itu kan yang tinggal di gubuk reot tepi pantai
bersama anjingnya.
P. Basir (Nelayan pantai yang membawa ember berisi dagangan ikan untuk di jual
pada pedagang pasar): ratmi, bu eko.
Sedang membeli apa.
B. eko: oh pak basir. Ini pak, kami sedang mencari beberapa ikan segar untuk
acara hajatan minggu depan.
Ratmi: Iya pakde, saya lulus ujian masuk ptn negeri di kota. Nanti pakde
sekeluarga kami undang, datang ya.
Terlihat s pergi meninggalkan pasar, menyapa p. Basir dengan anggukan kepala.
ratmi melihat ke arah s.
Scene 12: Terus berlanjut
Setting: Idem
P.basir: Kenapa rat J Iya,
memang dia orangnya. Tapi sudahlah, dia tidak seburuk berita yang kalian dengar.
B.eko: (Dengan penuh penasaran) Pak basir kenal sama dia.
P.basir: Haha. Saya Cuma pernah sekilas mengobrol dengannya di tepi pantai, dia
hanya mahasiswa perantauan yang sedang menikmati liburannya di tempat yang
menurutnya penuh rahasia.
Entah apa yang dia cari. Yang jelas kalian tidak perlu khawatir, dia hanya akan
singgah dalam beberapa hari sebelum habis masa libur kuliahnya.
(B.ratmi menganggukkan kepala dan mengalihkan pandangannya pada ikan segar.)
Ratmi: Ow, begitu ya pakde. Apa saja yang dia ceritakan?
P.basir: Entahlah, bahasanya terlalu santun untuk dipahami orang yang kurang
berpengalaman seperti pakde ini. Sesekali cobalah menegurnya, cobalah
berkenalan.Menurut pakde, dia adalah
teman yang cukup asik untuk bertukar pengalaman. Memang dia masih muda, tapi...
(Suara B.eko sedang menawar ikan) Berapa pak?
Ratmi: Tapi kenapa pakde?
P.basir: hahaha.. lupakan, mungkin dia hanya kebingungan mencari jawaban untuk
pertanyaannya sendiri. Dia terlalu muda untuk mempelajari arti hidup yang
sesungguhnya. ( Menoleh ke arah bu eko)
B.eko. Saya pamit dulu ya, takut kesiangan nyetor ikannya.
B.eko: (Sedikit terkejut) Oh iya pak basir, maaf ini ngobrolnya jadi kurang
sopan karena sambil menawar ikan.
P.basir: J Tidak apa
bu, lanjutkan saja. Saya pamit dulu, ratmi. (Menepuk pundak ratmi yang terus melamunkan
tutur pak basir) Menganggukkan kepala dan berlalu.
Scene 13: Seperti cahaya menembus kaca
Setting: Gubuk – anjing sedang makan
Sambil
berkaca
Tuhan, ada yang sedang tergesa-gesa menemuimu
Mencari tahu nama siapa yang terukir di udara
Menjelma kehidupan di balik kaca
Dialah cahaya yang sudah bosan menjadi mata-matamu
Kelebatnya hanya berlari menerobos cermin ini
Tanpa mendengar dan mencium bau khas aroma surgawi
Tuhan, biarkan cahaya menembus air mataku
Menjadikannya indah dan berlinang
Merindukan kembali jiwaku saat kau timang
Demi waktu yang tertiup angin
Kalbunya telah meruang hampa
Terlelap dipangkuan udara
Scene 13: Bertemu ratmi
Setting: Idom – senja
Ratmi:
Sampaikanlah salamku pada cahaya
Pada cermin yang mengantarkannya
Pada setiap mereka yang hendak menembus kaca
Doaku untuknya
S:
Terima kasih, kau telah sudi singgah di kelopak mataku
Berbelas kasih padaku yang tidak tahu
Mendoakan keselamatanku
Ratmi:
Apa yang sebenarnya kau cari
S:
Aku sedang mencari kaca
Ratmi:
Jadi kaukah cahaya itu?
S:
Namaku s, aku hanya petualang jalang yang sedang mencari kaca. Belajar membaca
tulisan yang terukir di udara, di balik kaca pembatas ruang hampa.
Ratmi:
Ha?
S:T J:P
Belum selesai